Kenangan

Minggu, 31 Januari 2010

Ketika dakwah menjadi Pilihan Hidup

Jika dirimu telah menapakkan kaki di jalan dakwah, semoga saja itu adalah pilihan sadar, tidak ada paksaan dari siapapun, murni karena keinginan sendiri. Dan tidak mengharap sesuatu dari dakwah kecuali ridha Allah SWT. Ketika kita telah mengikrarkan untuk bergabung dengan kafilah dakwah, maka sebuah konsekwensi dari pernyataan harus siap kita hadapi. Entah dakwah itu akan mulus-mulus saja, ataukah dakwah akan membuat kita terseok karena hantaman dari orang yang tidak ridho dengan dakwah begitu besar. Mental seorang da’i tidak boleh lembek dalam menghadapi tantangan, mental harus kuat agar bisa tetap bertahan melalui semua wejengan yang menyambut di medan juang.
Ah… sudah menjadi sunnatullah bahwa semua pengemban dakwah akan melewati fase sulit dalam hidupnya. Manusia utama saja menghadapi hal yang demikian, ketika darahnya harus mengucur demi dakwah di Thaif. Namun manusia utama itu tiada mengeluh dan tidak menaruh dendam. Pun disebutkan dalam kisah-kisah yang sudah masyhur, seorang Hanzalah yang rela meninggalakn kasur empuknya di malam pengantinnya demi untuk menyambut panggilan jihad, sebuah pengorbanan yang begitu hebat. Pun telah dikisahkan seorang budak hitam yang tetap kokoh berpegang teguh pada sendi aqidah, walaupun disiksa oleh majikannya namun kemanisan iman dan islam telah menyatu dalam setiap aliran darahnya hingga membuat dia tidak bergeming ketika beratnya batu besar, panasnya padang pasir, dan perihnya cambukan menghantam dirinya. Wahai saudaraku, tidakkah besar pengorbanan mereka? Air mata mereka meleleh membasahi pipi, tapi kalimat Allah tidak pernah lekang dari bibir dan hati mereka.
Engkau pastinya tahu sang syahidah pertama dalam sejarah penyebaran islam, bagaimana Sumayyah menjemput syahidnya dengan perlakuan yang sangat sadis, roh nya melayang meninggalkan jasad yang terbuyur kaku. Dia adalah muslimah tangguh yang pernah ada, tidakkah kau iri saudaraku? Sumayyah telah mengorbankan jiwanya untuk dien ini, lalu apa yang telah kita korbankan? Adakah hanya keluh kesah yang tersirat dalam tatapan sinis dan sumpah serapah yang telah mewarnai perjalanan kita? Kita terlalu lemah. Terlalu cengeng dalam menghadapi semua tantangan dakwah.
Dakwah bukan semua permainan, dakwah bukan sebuah label untuk menjadi orang hebat, dakwah adalah ruh juang, dakwah adalah sebuah ruh pembebasan, pencerahan. Dakwah adalah sebuah pilihan hidup, sehingga diri sudah siap dengan konsekwensi dari pilihan hidup itu. Diri harus siap dengan duri-duri yang telah menunggu di perjalanan. Hingga diri telah siap berkorban demi dakwah ini.
Tidakkah engkau rela menitikkan air mata, berpeluh dalam penat, atau terhempas karena hantaman yang sangat keras, tidakkah engkau rela semua itu engkau lakoni untuk sebuah senyum cerah di wajah ummat? Senyum bahagia karena merasakan keindahan islam, dan kemanisan iman. Sebagaimana yang telah dirasakan oleh manusia utama, seorang hanzalah, seorang Bilal, sayyidah Sumayyah, dan ribuan pejuang islam lainnya demi mengukir senyum di wajah kalian?
Dan pun jika kita tidak siap bersama dakwah maka itu juga adalah pilihan. Tapi tanpamu, tanpaku, tanpa siapapun dakwah ini akan tetap jalan di muka bumi ini. Bukan dakwah yang butuh kepada kita, tapi kitalah yang butuh kepada dakwah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar